SMK NEGERI 1 BAWEN

Mudah Belum Tentu Indah, Enjoy Every Moment of Learning oleh Albanes Jovi P. A, S.Pd.

Mudah Belum Tentu Indah, Enjoy Every Moment of Learning oleh Albanes Jovi P. A, S.Pd.


            Kita adalah manusia yang tumbuh besar di era milenial. Sebagai guru, kita tentu pernah merasakan era 90an yang dimana hanya satu anak yang memiliki handphone dalam satu kelas. Kala itu masih disebut handphone, belum seperti sekarang yang lebih dikenal dengan smartphone. Jaman sekarang, atau yang lebih beken disebut era milenial atau zaman now, dari usia dini hingga yang sudah tua semua memiliki smartphone. Bahkan jika kita diberikan kondisi untuk memilih antara ketinggalan dompet atau ketinggalan smartphone, maka 90% manusia memilih lebih memilih membawa smartphone daripada dompet. Di dalam smartphone, semua bisa dilakukan. Dari mulai kita berkirim pesan, bermain game, mengirim uang, membayar barang dan lain-lain. Menurut Istiyanto (2013) menyatakan bahwa “saat ini kita telah memasuki masa interaksi antara manusia dengan komputer bersifat natural atau biasa disebut ubicom yang didukung beberapa faktor. Pertama, dukungan ketersediaan jaringan infrastruktur nirkabel dengan cakupan yang luas untuk komunikasi data atau komunikasi audio dan video digital. Kedua, teknologi mikroprosesor yang semakin canggih. Ketiga, faktor gaya hidup pengguna yang sekarang ini mulai bergantung pada perangkat mobile sebagai alat komunikasi di jaringan sosial, akses layanan e-mail, chatting, atau telekonferensi”. Atas kumpulan paparan diatas, smartphone juga berimbas di bidang pendidikan hingga merambah ke dalam kelas.

            Bidang pendidikan adalah salah satu aspek yang merasakan dahsyatnya pengaruh smartphone. Tidak hanya guru, melainkan peserta didikpun juga sudah mulai menikmati fasilitas yang ada di dalam smartphone. Sebagai guru tentu kita bisa memanfaatkan banyak fitur yang disajikan oleh smartphone atau aplikasi yang bisa kita download di google play store. Sebagai contoh di website kita bisa menggunakan padlet. Website tersebut memberikan fasilitas untuk membuat madding secara online sehingga kita tidak perlu membawa perkakas seperti sterofoam, jarum, foto dan lain-lain. Untuk aplikasi yang terkenal adalah canva. Kita bisa membuat flyer, powerpoint, poster dan lain-lain. Untuk bagian pendidikan, terkhusus mata pelajaran bahasa Inggris, kita sudah tidak perlu menggunakan kamus dalam bentuk buku lagi. Tentu ini sangat membantu guru terutama meringankan permasalahan peserta didik yang tidak memiliki kamus atau malas membawa kamus. Namun, dengan segala kemajuan teknologi dan informasi yang begitu pesat, tentu setiap perubahan pasti membawa dampak positif maupun negatif.

            Kita semua sudah akrab dengan google translate. Suatu fasilitas dari google yang membantu kita menerjemahkan suatu teks dari berbagai bahasa menjadi bahasa yang kita inginkan. Jika kita mengetahui peserta didik bergantung pada ini, tentu bukan pertanda baik. Apakah pernah terpikir ada yang lebih buruk lagi? Google lens. Iya google lens, merupakan suatu fasilitas dari google yang mempunyai beberapa fungsi. Salah satu fungsinya kita dapat memotret suatu teks berbahasa inggris dan secara instan mengubahnya menjadi teks berbahasa Indonesia secara instan. Jika membicarakan tentang keefektifan dan efisien waktu tentu dengan menggunakan google lens sangat unggul. Seperti pisau bermata dua, sungguh penggunaan ini untuk peserta didik khususnya mata pelajaran bahasa inggris tidak membawa dampak apapun kecuali kerugian bagi mereka. Jika dihadapkan pada suatu teks bahasa inggris, contohnya narrative text yang umumnya memiliki beberapa paragraph, maka peserta didik dengan leluasa bisa menerjemahkan satu cerita hanya dengan hitungan detik saja, mudah bukan? Ya mudah, tapi tidak dengan esensi pembelajaran. Semisal guru meminta salah satu peserta didik untuk menyebutkan lima kata baru yang dipelajari dari salah satu paragraph, apa yang peserta didik jawab? Tidak ada. Benar, Tidak ada. Karena pada dasarnya google lens memberikan suatu ketergantungan yang menuntun peserta didik berorientasi pada hasil bukan prosesnya. Pernah terbesit oleh penulis, jika google lens diciptakan juga bisa menjawab soal numerasi hanya dengan sekali potret, tentu mata pelajaran yang berhubungan dengan angka akan merasa dirugikan.

            Untuk itu, mari guru-guru bahasa Inggris mulai memacu diri untuk memotivasi peserta didik agar tidak bergantung pada sesuatu instan terutama masalah menerjemahkan. Banyak aplikasi kamus online dari google playstore yang dapat kita unduh dan gunakan. Bahkan mayoritas aplikasi kamus tidak memerlukan akses internet yang artinya sekali unduh maka kita sudah seperti mendapatkan kamus buku dalam genggaman kita secara portable. Berbeda halnya dengan google translate dan google lens yang memerlukan akses internet. Berikutnya, guru juga perlu memberi wawasan dan gambaran penggunaan google translate atau google lens sesuai batasanya. Jangan terlalu bergantung yang nantinya akan berdampak pada sedikitnya perbendaharaan kosakata dalam bahasa inggris. Untuk mempermudah peserta didik dalam memperkaya perbendaharaan kosakata, dapat juga dibuat lagu atau diberi nada. Semisal pada pertemuan hari ini, peserta didik Ahmad mendapatkan sepuluh kosakata baru. Maka, bisa jadi Ahmad orang yang pelupa namun dia sangat menyukai musik. Berdasarkan itu, Ahmad boleh berdiskusi dengan guru untuk membantunya memberi nada sehingga dalam penghafalan lebih mudah.

           

 

 

 

 

Bawen, 1 Juli 2021

Penulis                         : Albanes Jovi Putra Amaroz, S.Pd.

Editor                          : Ambar Kurniawati, S.Pd.

 

Share: